Monday, March 13

Sejarah Pesantren dan Radikalisme Islam

Pesantren adalah bentuk pendidikan tradisional di Indonesia yang sejarahnya telah mengakar secara berabad-abad, Nurcholis Madjid dalam buku beliau yang berjudul Bilik-Bilik Pesantren (Paramadina-Jakarta, 1997) menyebutkan, bahwa pesantren mengandung makna keislaman sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun pergi. Dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama.

Klik disini untuk membaca konten selengkapnya

3 comments:

  1. assalamualaikum warahmautllahi wabarakatuh..

    setelah membaca artikel anda saya setuju dengan kalimat anda yang paling terakhir.. tapi pemaparan tentang sejarah radikalisme di sini sangat minim, sehingga terasa melayang-layang pembahasannya..
    untuk itu saya mengajak anda untuk bergabung kedalam blog saya. di. www.rosyansview.blogspot.com

    wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

    ReplyDelete
  2. Radikalisme pesantren selama ini selalu dikaitkan dengan pelaku terorisme. Apakah ada korelasi kurikulum pesantren dengan pelaku terorisme? Saya rasa nggak ada hubungannya.

    Bahwa pesantren diminta bertanggung jawab terhadap tindakan teror yang dilakukan alumninya, bisa saja dipahami.

    Tetapi kalau ada yang menganggap pesantren sebagai tempat mendidik para teroris harus dikaji dulu lebih dalam. Apa iya?

    Karakteristik pendidikan pesantren yang moderat dan toleran, terbuka dan tidak ekslusif tentulah dapat meyakinkan banyak pihak bahwa pesantren adalah tempat pendidikan yang mendidik santri menjadi dai2 penyebar Islam.

    ReplyDelete
  3. saya setuju dengan radikalisme ala pesantren yang sopan, karena memang apa yang dilakoni dan diperjuangkan Syeh Abdulkadir Jaelani dengan mengarah kepada kemandirian pribadi bukan untuk bergantung pada penguasa...

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar jika ada yang ingin anda sampaikan untuk postingan ini.
Regard,
Mama Hilda