Thursday, June 12

Ketika Lembaga Judisial Dibungkam


Hari ini kawasan kota Islamabad diblokir, demo para praktisi judisial yang menuntut restorasi judisial dan pembebasan para jaksa yang menjadi tahanan rumah setelah diberlakukannya PCO (Provisional Constitution Order) oleh presiden Musharraf beberapa waktu lalu, sebelum diberlakukannya status darurat militer.

Hari ini, ruas jalan utama pusat pemerintah diblokir oleh kendaraan-kendaraan kontainer, mungkin kalau jika barikade sudah tidak mempan, jadi yang dibuat tameng kontainer. Kantor-kantor kedutaaan asing banyak yang meliburkan diri meskipun libur fakutatif. Sarana transportasi umum juga terlihat lengang dan aktifitas ekonomi hanya menggeliat seperti biasa. Ketika situasi seperti ini memang riskan sekali untuk orang asing mengunjungi tempat-tempat tongkrongan yang biasa jadi tempat ngumpulnya orang asing, mungkin lebih baik dan mungkin paling aman tinggal dirumah berdiam diri sambil memantau keadaan lewat stasiun berita lokal yang berbahasa ingris. Terakhir pemboman disebuah restoran Itali dikawasan Super market memberi pelajaran bagi orang asing untuk sedapat mungkin menghindari tempat magangnya warga asing. Karena memang konsumen restoran ini kebanyakan warga asing yang tinggal di Islamabad.

Mungkin aksi-aksi pemboman bunuh diri, penembakan sudah tidak asing lagi ditelinga kita yang tinggal di Pakistan, bagi kami sekeluarga jika akan ada aksi demonstrasi massa, kita lebih memilih untuk tinggal diam, karena yang sering terjadi aksi demonstrasi berakhir dengan kerusuhan atau bisa jadi akan bom bunuh diri, yang mungkin korbannya tidak hanya para demonstran tersebut tapi bisa jadi orang yang hanya numpang lewat.

Pengepungan Masjid Merah (Lal Masjid) pada musim panas tahun lalu memberikan banyak pelajaran bagi kami yang tinggal di negara konflik ini, agar kita selalu waspada dengan aksi-aksi massa, antisipasi yang paling utama biasanya kita akan mencukupi kebutuhan pokok kita secukupnya, susu anak-anak, air minum dan kebutuhan lainnya. Kerusuhan Masjid merah yang berakhir dengan pengepungan masjid merah, diberakukannya curfew sehingga kita sama sekali tidak bisa keluar dari rumah, demi menjaga keamanan warga setempat. Padahal cadangan bahan pangan, air minum dan susu anak-anak pada menipis, walhasil akhirnya takaran susu dikurangi agar esoknya masih tetap bisa mengkonsumsi, meski pada akhirnya ada relaksasi curfew, sehingga untuk masa 2-3 jam kita bisa keluar, belanja secukupnya dan kembali lagi kerumah. But that's not the end, pengepungan, baku tembak dentuman meriam yang menggetarkan kaca-kaca rumah dan membuat alarm mobil menjerit-jerit, hampir terdengar nyaring setiap hari setelah lewat jam 12 malam hingga pagi menjelang, jadi hampir tiap malam kita tidak tidur. Curfew dibuka kembali akhirnya kami memutuskan untuk mengungsi ke KBRI selama hampir satu minggu, karena alasan anak-anak, bahkan warga Iran yang tinggal disamping rumah kita juga pindah rumah setelah kejadian tersebut. Kembali dari pengungsian di KBRI bukan membuat hilang trauma kami, hampir tiap shubuh begitu adzan berkumandang kita tersentak terbangun seperti masih saja mendengar dentuman suara meriam. ( karena tiap hari pemboman terjadi begitu adzan shubuh berkumandang) mungkin pengepungan ditutup dengan pemboman kali ya…J

Dan hari ini aksi demo akan digelar oleh para lawyer, restorasi ini banyak sekali dampaknya, bisa jadi jika tuntutan restorasi judisial dikembalikan mungkin kepresidenan Musharraf akan digugat, kasus suami mendiang Benazir Bhutto akan diusut dan mungkin negara akan kembali deadlock. Perundingan dua jawara pemenang pemilu lalu (PML-N-Nawas Sharif- dan PPP-Benazir-), berakhir deadlock sehingga koalisi yang terbentuk bubar, rakyat kembali tidak percaya dengan janji-janji pemilu, dengan presiden sudah menanggalkan kemiliterannya tentu tidak semudah itu dia menggunakan tangan besinya memberikan komando militer seperti yang dilakukan pada Lal Masjid (masjid merah) musim panas lalu, sementara penguasa sipil tidak cukup tangkas untuk mengantisipasi perbedaan. Pada teorinya, menurut huntington, jika penguasa sipil tidak bisa mengantisipasi keadaan, suatu negara akan rentan sekali kembali dipegang oleh militer, we'll wait and see what would be the next end? Still another military coup might emerge as a result of national unrest.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar jika ada yang ingin anda sampaikan untuk postingan ini.
Regard,
Mama Hilda