Tetapi malam Sab-i-eena kali ini tidak seperti malam Sab-i-eena pada tahun lalu, kalau tahun lalu terlihat hiasan lampu masjid yang begitu meriah, parkiran mobil yang penuh hingga hampir mencapai kawasan E-7 (komplek perumahan yang terdekat dengan Faisal masjid), hiasan lampu-lampu masjid tidak sepenuh tahun lalu yang hingga mencapai menara-menaranya, entah atau karena alasan energy shortage atau alasan lainnya, yang membuat kita jadi tidak ingin masuk karena hampir semua sudut pintu masuk menuju Faisal masjid dijaga ketat oleh pengamanan polisi, dan kita tidak bisa memasuki kawasan tersebut, jadi kalau mau kita harus parkir di kawasan E-7 yang kalau jalan kaki bisa sampai 2 km lebih menuju faisal masjid plus jalannya yang agak menanjak. Jangankan kita yang berniat mau berjama'ah dengan mengajak anak-anak jurnalis yang ingin meliput secara live saja sepertinya tidak diperkenankan masuk ke kawasan masjid. Tidak mengherankan kalau ketika kita cek stasiun TV lokal tidak satupun yang menyiarkan secara live event tersebut.
Atau mungkin karena alasan keamanan yang mana pemerintah sudah memberlakukan red alert accross the country sehingga Ramadhan kali ini sepertinya penuh dengan terror, tapi kita pun tidak ingin ambil pusing dengan suasana tersebut, mungkin lebih baik kita pulang, bukankan pemerintah sudah mengumumkan agar orang asing untuk stay away dari keramaian.
Dan pagi ini, suasana lengang tidak seperti biasanya keramaian klakson bus jemputan sekolah sudah meraung-raung, karena mayoritas sekolah-sekolah terakhir masuk pada hari Jum'at lalu, hingga nanti tanggal 6 mulai masuk kembali, nah lo kok bentar amat ya liburnya...?
Memang tradisi Idul Fitri disini tidak semeriah di tanah air yang ada takbir kaliling, arus mudik dan sebagainya, malah mungkin bisa dikatakan tidak terlalu meriah, apalagi Madhab Hanafi yang mayoritas menjadi madzhab orang sunni Pakistan tidak mengumandangkan takbir pada tiap hari raya, jadi kita mendapati malam takbiran hanya di KBRI kita. Idul Adha biasanya lebih semarak, anak-anak sekolah juga libur sekolahnya cenderung lebih lama, hingga penyembelihan hewan kurban sampai 3 hari berturut-turut masih ada yang kurban. Yah, apa mungkin tradisi kita yang salah atau entah bagaimana ya kok bisa Idul Fitri lebih meriah ketimbang Idul Adha, padahal di negara-negara yang mayoritas muslim kebanyakan lebih marah Idul Adhanya? makanya kita sendiri menjuluki hari raya kurban itu sebagai Hari Raya Besar (kata orang jawa), yang jelas masing-masing mempunyai tradisi regional yang unik, dan keunikan unilah yang menjadikan keistimewaan tersendiri pada ajaran Islam yang diejawantahkan dalam perbedaan pelaksanaan tradisi-tradisi yang ada. Waallahu A'lam Bishowab.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar jika ada yang ingin anda sampaikan untuk postingan ini.
Regard,
Mama Hilda